Senin, 05 Juni 2017

Sidang Suap Proyek Di Bakamla Terdakwa Suap di Bakamla: USD 10 Ribu dan 10 Ribu Euro itu Pinjaman

Jakarta - Eko Susilo Hadi mengaku USD 10 ribu dan Euro 10 ribu merupakan uang pinjaman dari staf PT Melati Technofo Indonesia (MTI) M Adami Okta. Uang itu dipinjamnya ketika kunjungan kerja ke Jerman.

"Bukan uang saku, saya pinjam," kata Eko saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (5/6/2017).

Eko yang sebelumnya merupakan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) itu mengaku sebagai ketua rombongan saat kunjungan kerja ke Jerman. Awalnya, dia hendak meminjam uang ke Adami sebesar USD 5 ribu dan Euro 5 ribu, tetapi Adami memberikannya lebih.

"Dari Pak Adami Okta, saya waktu pas mau berangkat ke Jerman. Saya bilang, 'Dam pinjam dulu uangmu, saya kan ketua rombongan pinjam 5 ribu euro sajalah dan USD 5 ribu'," kata Eko.

"Dijawab, 'berapa Pak Eko, tanggung ah Pak kalau 5, 10-10 ya'. Itu judulnya saya pinjam," lanjut Eko.

Belakangan, Eko menyebut uang pinjaman sebesar USD 10 ribu dan Euro 10 ribu itu dimasukkan dalam catatan fee 2 persen yang dijanjikan PT MTI untuk Bakamla. Eko mengaku sudah mengembalikan uang pinjaman tersebut ke KPK. 

"Tapi OTT oleh Pak Adami dimasukkan ke catatan sebagai pengurang (fee) 2 persen. Sehingga saya bilang kalau yang diberikan Pak Adami memang dikurangkan dari 2 persen akan saya kembalikan. Sekitar Rp 287 juta," bebernya.

Baca jugaSaksi Sebut Deputi Bakamla Minta Duit Rp 2 Miliar Saat di Jerman
Eko menyebut uang itu diterimanya 14 November 2016 pagi hari. Uang itu diantarkan Adami ke kantornya. 

"14 November pagi saya terima. Pagi-pagi Adami datang ke kantor. Pada waktu itu sebenarnya saya pinjam. Memang pinjam saya tapi waktu kena OTT ada saudara Adami sebagai pengurang dari 2 persen," jelasnya. 

Jaksa menanyakan apakah ada kertas berisi coretan hitungan bersama uang yang diterima Eko. Eko membenarkan dan menyebutnya sebagai inisiatif dari Adami. 

"Iya ada catatan kertas disampaikan ke saya, pas bareng ada Euro 10 ribu dan USD 10 ribu. Itu dibuat Adami. Inisiatif Adami," kata Eko.

"Perintah terdakwa tolong buatkan saya coret-coretan," tanya jaksa lagi.

"Itu inisiatif pure Adami. Dibuatnya saya kurang tahu. Sudah ada di dalam amplopnya itu, ada catatannya," jawab Eko.

Eko menyebut coretan itu berisi hitungan dari fee sebesar 2 persen atau senilai sekitar Rp 4 miliar dikurangi dengan uang yang dibayarkan Rp 2 miliar ke Bambang dan Nofel. Pinjaman sebesar USD 10 ribu dan Euro 10 ribu juga masuk dalam hitungan itu. 

"Catatannya dari Rp 4,400 sekian miliar dikurangi Rp 2 miliar untuk Bambang dan Nofel, dikurangi USD 10 ribu dan 10 ribu euro punya saya, sisanya sekian," jelasnya. 

Jaksa juga bertanya soal uang yang apakah Eko mengkonfirmasi ke Bambang dan Nofel soal duit yang diterima masing-masing Rp 1 miliar. Eko mengaku tidak tahu karena usai dari Jerman dia masih harus tugas keluar negeri. 

"Belum ketemu mereka, sebulan saya keliling ke China. Dengan mereka saya tidak bertemu. Saat diperiksa di KPK, saya tanya ke Adami duit yang ke pak Bambang dan Nofel sampai tidak? Sampai pak," jelas Eko. 

Eko mengaku telah mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC). Dia mengaku menyesal dan lalai karena menerima uang dari proyek satelit monitoring.

Dalam dakwaan, Eko Susilo Hadi meminta uang operasional kepada Adami sebesar USD 5.000 dan 5.000 euro. Namun Adami justru menawarkan dengan jumlah lebih besar, yaitu USD 10 ribu dan 10 ribu euro.

Eko Susilo kemudian disebut menerima uang USD 78.500 dan SGD 100 ribu dari Adami dan rekannya, Hardy Stefanus, di ruang kerjanya, gedung Bakamla, Jakarta Pusat, pada 14 Desember 2016. Tak lama kemudian, petugas KPK melakukan operasi tangkap tangan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar